Thursday, June 23, 2011

EPILEPSI




Definisi
Epilepsi (Yun = serangan) atau sawan/penyakit ayan adalah suatu gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini disertai pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron-neuron tersebut.
Serangan ini kadang bergejala ringan dan (hampir) tidak terlihat, tetapi ada kalanya bersifat demikian hebat sehingga perlu dirawat di rumah sakit. Pada serangan parsial, hiperaktivitas terbatas pada hanya satu bagian dari kulit otak, sedangkan pada serangan luas hiperaktivitas menjalar ke seluruh otak.
Penyebab/ patofisiologi
            Separuh dari kasus epilepsi disebabkan oleh cedera otak seperti gegar otak berat atau infeksi (meningitis atau enchepalitis). Juga infark otak dan perdarahan otak (beroerte), kekurangan oksigen selama persalinan serta abses atau tumor dapat menimbulkan cacat dan epilepsi. Epilepsi ada kalanya juga dapat dicetuskan oleh obat seperti petidin, asam nalidiksat, klorpromazin, imipramin, dan MAO-blocker. Begitu pula akibat penyalahgunaan alkohol dan obat.
            Faktor provokasi lainnya adalah bila penggunaan obat antikonvulsi dan tranquilizers dihentikan secara tiba-tiba. Kadang-kadang serangan dapat dipicu oleh rangsangan-rangsangan sensoris khas seperti kilatan cahaya dengan frekuensi tertentu atau juga oleh layar televisi yang berkilat-kilat serta musik keras yang berdentum-dentum.
            Faktor-faktor lain yang dapat memicu serangan adalah alkalosis, hipoglikemia, hipokalsemia, haid, dan kehamilan serta hormon kortison dan ACTH.




Jenis epilepsi
            Jenis epilepsi yang dikenal adalah bentuk serangan luas (Grand mal, Petit mal, absence) dimana sebagian besar otak terlibat, dan bentuk serangan parsial dimana pelepasan muatan listrik hanya terbatas sampai sebagian otak.
1.      Grand Mal (penyakit besar) atau serangan tonis-kronis ‘generalized’ [tonis = kontraksi otot otonom yang bertahan lama, klonis = kotraksi ritmis].
Bercirikan kejang kaku bersamaan dengan kejutan-kejutan ritmis dari anggota badan dan hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Hilangnya tonus menyebabkan penderita terjatuh, berkejang hebat dan otot-otot nya menjadi kaku. Fase tonus ini berlangsung 1 menit kemudian disusul fase klonis dengan kejang-kejang dari kaki-tangan, rahang dan muka.
Penderita kadang-kadang menggigit lidahnya sendiri dan juga dapat terjadi inkontinensia urine atau faeces. Selain itu dapat timbul hentakan-hentakan klonis, yakni gerakan ritmis dari kaki-tangan secara tak sadar, sering kali dengan jeritan, mulut berbusa, mata membelalak, dan gejala lainnya. Lamanya serangan berkisar antara 1-2 menit yang disusul dengan keadaan pingsan selama beberapa menit dan kemudian sadar kembali dengan perasaan kacau serta depresi.
a.       Serangan myoklonis ( myo = otot) adalah bentuk grand mal lainnya dan bercirikan kontraksi otot-otot simetris dan sinkron yang tak ritmis dari terutama bahu dan tangan.
b.      Status epileptikus adalah serangan yang bertahan dari 30 menit dan berlangsung beruntun dengan cepat tanpa diselingi keadaan sadar. Sesudah 30 menit ini mulai terjadi kerusakan pada SSP. Situasi gawat ini bisa fatal (mortalitas 10-15%) , karena kesulitan pernapasan dan kekurangn oksigen di otak. Pada umumnya dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan penderita minum obat, menghentikan pengobatan secara tiba-tiba atau timbulnya demam.

2.      Peti Mal (penyakit kecil) atau absence (tak hadir).
Bercirikan serangan yang hanya singkat sekali, antara beberapa detik sampai setengah menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Petit mal juga bersifat serangan luas di seluruh otak. Gejalanya berupa keadaan termangu-mangu (pikiran kosong, kehilangan kesadaran dan respon sesaat), muka pucat, pembicaraan terpotong-potong atau mendadak berhenti bergerak terutama anak-anak.

3.      Parsial (epilepsi psikomotor)
Bentuk serangan parsial umumnya berlangsung dengan kesadaran hanya menurun untuk sebagian kesadaran tanpa hilangnya ingatan. Penderita memperlihatkan kelakuan otomatis tertentu seperti gerakan mengunyam dan atau menelan atau berjalan dalam lingkaran.

Prinsip terapi
1.      Terapi serangan
Kebanyakan lamanya serangan kurang dari lima menit dan berhenti dengan sendirinya tanpa pengobatan. Bila berlangsung lebih lama barulah harus diberi obat sebagai berikut :
a.       Diazepam rektal
Sebagai larutan dalam rectiole, jika belum ada efek sesudah 5-10 menit pemberian diulang atau diberi midazolam/klonazepam secara oromucosal.
b.      Diazepam intravena
Untuk efek cepat atau klonazepam i.v atau medazolam i.m. Serangan berhenti dalam 5-15 menit dan dosis tidak boleh terlallu tinggi karena resiko depresi pernapasan. Bila penanganan ini belum berhasil dan terjadi status epileptikus maka terapi mutlak segera dilanjutkan di rumah sakit untuk penanganan berikutnya.
c.       Penanganan berikutnya adalah benzodiazepin atau penitoin sebagai infus kontinyu dengan monitoring pernapasan dan sirkulasi. Pasien biasanya diberi diazepam 10 mg intra vena disusul dengan infus i.v dari 200 mg/liter selama 24 jaam.

2.      Terapi pemeliharaan
Pada dasarnya monoterapi efektif pada penderita epilepsi misalanya karbamazepin atau valproat. Pentakaran harus dimulai dengan dosis rendah yang lambat laun ditingkatkan sampai dosis pemeliharaan yang serendah mungkin dan penghentian tidak boleh tiba-tiba. Bila obat ini tidak ampuh untuk serangan maka dicoba dengan obat lain. Setelah 2 sampai 3 obat dicoba tanpa hasil baik dapat ditambahkan obat lain sebagai politerapi. Obat dinyatakan efektif bila dapat menurunkan frekuensi serangan.
a.       Epilepsi luas (generalized)
Pilihan pertama pada grand mal adalah valproat. Pada grand mal dengan serangan myoklonis dapat digunakan kombinasi dengan klonazepam. Karbamazepin, fenitoin dan vigabatrin tidak cocok karena justru dapat meningkatkan frekuensi serangan. Etosuksimida dan valproat sama efektifnya pada absence luas. Kombinasi dengan klonazepam + klobazam, karbamaepin+valproat dan lamotrigin+valproat juga seringg kali efektif. Fenobarbital juga banyak digunakan tetapi efek sampingnya (sedasi, kantuk) membatasi penggunaannya.
b.      Epilepsi parsial
Biasanya ditanggulangi dengan pilihan pertama karbamazepin, valproat, atau fenitoin. Obat-obat lainnya yang efektif adalah benzodiazepin, lamotrigin, topiramat, dan vigabatrin. Efektivitas obat-obat ini tidak sempurna sehingga diperlukan kombinasi dari dua obat.
c.       Kortikosteroida
Digunakan terutama bila penyakit menjadi parah(exacerbatio) misalnya pada penderita lansia, exacerbasi dapat diatasi dengan dosis rendah prednison 10 mg yang sepanjang tahun dapat dikurangi sampai dosis pemeliharaan. Tetapi pada pasien yang lebih muda diperlukan dosis yang lebiih tinggi dengan resiko efek samping besar. Suatu penelitian mutakhir menunjukan bahwa dosis awal tinggi dari kortikosteroid (metilprednisolon 1000 mg i.v ) berselang 3 hari menghasilkan kerusakan tulang yang lebih ringan daripada penggunaan metilprednisolon 16 mg per oral setiap hari. Melalui injeksi intra-artikuler kortikosteroida digunakan pada keadaan kaku dan nyeri hebat di sendi.
Diagnosa
            Tes paling terpercaya untuk mendiagnosa jenis epilepsi adalah melaui pemeriksaan EEG (Elektroecepalogram), yaitu dapat mencatat variasi-variasi potensial dari aktivitas listrik di otak. Pencatatan ini berguna untuk antara lain melokalisasi dan mendiagnosa proses-proses patologis di otak. Misalnya luka di cortex menimbulkan gelombang khusus yang dapat dideteksi dalam EEG.
Serangan grand mal yang diawali oleh aura dan kemudian disusul oleh konvulsi umum dengan kontraksi otot dan gerakan klonis, mempunyai pola EEG yang khusus. Sedangkan serangan petit mal memilki EEG yang khas. Dengan demikian EEG memungkinkan penetuan jenis epilepsi yang diderita pasien, yang ditunjang oleh gejala klinis khusus.
Penanganan  
a.       Tindakan utama
Selau diusahakan untuk meniadakan penyebab penyakit (misalnya tumor otak) dan menjauhkan faktor yang dapat memicu serangan (alkohol, stres, keletihan, demam, imuisasi, gejolak emosi)
b.      Tindakan darurat
Pada waktu serangan hendaknya diusahakan jangan sampai penderita melukai dirinya sendiri, misalnya menggigit lidah. Perlu diperhatikan pula bahwa saluran pernapasannya bebas dan tidak tersumbat. Bila ada kecurigaan mengenai hipoglokemia, yang juga dapat memicu konvulsi, kadar gula darahnya harus ditentukan dan bila perlu harus diberikan glukosa secara intravena.
            Tujuan penanganan
            Serangan epilepsi dapat merusak sel-sel otak, terutama serangan grand mal dan menjadi suatu beban sosial dan psikologis bagi penderita. Oleh karena itu perlu sekali terapi  yang bertujuan utama untuk mencegah timbulnya kejang atau mengurangi sebanyak mungkin jumlah serangan tanpa menngangu fungsi normal tubuh. Ini berarti bahwa antiepileptika harud digunakan secara terus-menerus. Dengan pengobatan dan dosis yang tepat serangan epilepsi dapat ditekan, yakni frekuensinya dikurangi pada 70-80% penderita. Bentuk epilepsi tertentu kadang hilang secara spontan sehingga pasien menjadi bebas serangan untuk rentang waktu panjang, namun pada umumnya penyembuhan tuntas sukar dicapai.    
Obat-obat  epilepsi
Antiepileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsi berkat khasiat antikonvulsinya, yakni meredakan konvulsi (kejang klonus hebat). Semua obat antikonvulsi memiliki waktu paruh panjang, dieliminasi dengan lambat dan berakumulasi dalam tubuh pada penggunaan kronis.

Mekanisme kerja obat epilepsi
            GABA (gamma amino butiric acid). Di otak terdapat dua kelompok neurotransmitter, yakni zat-zat seperti noradrenalin dan serotonin yang memperlancar transmisi rangsangan listtrik di sinaps sel-sel saraf. Selain itu juga terdapat zat-zat yang menghambat neurotransmisi, antara lain GABA dan glisin. Asam amino GABA memiliki efek dopamin (PIF = prolactin inhibiting factor) lemah, yang berdaya menghambat produksi prolaktin oleh hipofisis. GABA terdapat praktis di seluruh otak dalam dua bentuk, yaitu GABA-A dan GABA-B yang daya kerjanya berhubungan erat dengan reseptor benzodiazepin. Di lain pihak zat-zat yang memperkuat sistem penghambatan yang diatur oleh GABA berdaya antikonvulsi antara lain benzodiazepin (diazepam, klonazepam).
Cara kerja
a.       Memperkuat efek GABA.
Valproat dan vigabatrin bersifat menghambat perombakan GABA oleh transaminase, sehingga kadarnya meningkat dan neurotransmisi lebih diperlammbat. Juga topiramat bekerja menurut prinsip memperkuat GABA, sedangkan lamotiigrin meningkatkan kadar GABA. Fenobarbital juga menstimulir pelepasannya.
b.      Menghambat kerja aspartat dan glutamat.
Kedua asam amino ini adalah neurotransmiter yang merangsang neuron dan menimbulkan serangan epilepsi. Pembebasannya ini menghambat oleh lamotigrin, juga oleh valproat, karbamazepin, dan fenitoin.
c.       Memblokir saluran-ssaluran (channel) Na, K, dan Ca yang berperan penting pada timbul dan perbanyakannya muatan listrik. Contohnya adalah etosuksimida, valproat, karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin, lamotigrin, preglabarin dan topiramat.
d.      Meningkatkan ambang serangan dengan jalan menstabilkan membran sel, antara lain felbamat.
e.       Mencegah timbulnya pelepasan muatan listrik abnormal di pangkalnya (focus) dalam SSP, yaitu fenobarbital dan klonazepam.
f.       Menghindari menjalarnya hiperaktivitas (muatan listrik) tersebut pada neuron otak lainnya, seperti klonazepam dan fenitoin.



Penggolongan
1.      Obat generasi pertama
a.        Fenobarbital (fenobarbiton, luminal)
Memilki sifat antikonvulsif khusus yang terlepas dari sifat hipnotiknya. Yang digunakan terutama senyawa kerja panjang untuk memberikan jaminan yang lebih kontinyu terhadap serangan grand mal.
Senyawa hipnotik ini terutama digunakan pada serangan grand mal dan status epilepticus berdasarkan sifatnya yang dapat memblokir pelepasan muatan listrik di otak. Untuk mengatasi efek hipnotiknya, obat ini dapat dikombinasi dengan kofein . Tidak boleh diberikan pada pada absences karena justru dapat memperburuknya.
Resorpsinya diusus baik ( 70-90 %) dan lebih  kurang 50 % terikat pada protein, plasma t ½ panjang lebih kurang 3-4 hari. Maka dosisnya diberikan sehari sekaligus.
Efek sampingnya berkaitan dengan efek sedasi yaitu pusing, mengantuk, ataksia, dan pada anak-anak mudah terangsang. Efek samping ini bias dikurangi dengan penambahan interaksinya bersifat mengiduksi enzim dan mempercepat penguraian kalsiferol vitamin D, dengan kemungkinan timbulnya haritis pada anak kecil.
Dosisnya 1-2 dd 30-125 mg , maksimal 400 mg ( 2 kali) pada anak-anak 2-12 bulan 4 mg/kg BB sehari, pada status epileptikus dewasa 200-300 mg.
·         Metilfenobarbital ( mefobarbital, prominal) juga digunakan pada  petit mal. Resorpsinya kurang baik. Didalam hati zat ini dengan diubah seluruhnya menjadi fenobarbital. Efek sedasi dan hipnotiknya lebih ringan begitu pula khasiat antiepilepsinya. Dosisnya 2 dd 100-200 mg


b.      Asam valproat: asam dipropilasetat, DPA, Depakene, Leptulan (Na-)
Khasiat antikonvulsi dari derivate asam valerian ini ditemukan secara kebetulan dan sebagai obat pilihan utama pada absences.
Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan hambatan enzim yang menguraikan GABA, sehingga kadar neurotransmitter ini di otak meningkat.
Resorpsinya di usus cepat, setelah 15 menit sudah tercapai kadar plasma maksimal.
PP-nya lebih kurang 90%, plasma t1/2 nya10 jam dan dieksresikan sebagai glukokronida, terutama melalui kemih. Resorpsi dari supositoria juga baik, tetapi bersifat merangsang bagi selaput lendir, juga pada penggunannya sebagai injeksi. Efek rangsangan local ini dapat banyak dikurangi dengan menggunakan tablet enteric-coated dan tablet slow-release.
Efek sampingnya yang sering terjadi adalah gangguan saluran cerna yang bersifat sementara, adakalanya juga sedasi, ataksia, udema, pergelangan kaki, dan rambut rontok. Efek lainnya  adalah kenaikan berat badan teutama pada remaja putrid.
Pada kehamilan senyawa ini tidak boleh diberikan karena senyawa ini bersifat teratogen pada hewan.
Interaksi.
Karena DPA dapat meningkatkan kadar fenobarbital dan fenitoin maka berdasarkan penelitian kadarnya didalam darah, dosisnya harus dikurangi (sampai 30-50%) guna menghindari sedasi berlebihan. Sebaliknya khasiat DPAjuga diperkuat oleh antiepileptika lainnya.
Dosis: oral semula 3-4 dd 100-150 mg d.c dari garam natriumnya untuk kemudian berangsur-angsur dalam waktu 2 minggu dinaikkan sampai 2-3 dd 300-500 mg maksimal 3 gr sehari. Anak-anak 20-30 mg/kg sehari.

c.       Karbamazepin: tegretol
Senyawa trisiklis ini selain bekerja antikonvulsi juga berkhasiat antidepresi dan antidiutetis, mungkin berdasarkan peningkatan sekresi di hipopisis atau penghambatan perombakannya.
Penggunaan di banyak bidang yaitu:
ü  Epilepsi grand mal dan bentuk parsial sama efektifnya dengan fenitoin tetapi efek sampingnya lebuh sedikit. Fenobarbital dan valproat memperkuat efeknya. Tidak efektif pada absences.
ü  Neuralgia trigeminus: merupakan yang paling efektif terhadap nyeri urat saraf hebat dibagian muka. Juga terdapat nyeri sinannaga (herves zoster).
ü  Depresi manis; efektivitasnya dapat disamakan dengan litium.
ü  Diabetes insipidius (poliuria akibat kekurangan ADH): khusus terhadap bentuk sentral dari ganggguan ini.
Resorpsinya lambat dan kadar maksimal dalam plasma dapat tercapai setelah 4-24 jam. Pengikatan proteinnya tinggi, lebih kurang 80%, sedangkan plasma t1/2nya sangat variabel 7-30 jam. Didalam hati karbamazepin dioksidasi menjadi metabolit epoksida yang juga berdaya antikonvulsi.
Efek sanpingnya yang sering terjadi berupa sedasi, sakit kepala, pusing, mual-mual, muntah, dan ataxia, yang umunya bersifat sementara (lbih kurang 2 minggu). Kurang lebih 40% dari pengguna masih mengalami kantuk setelah 1 tahun. Reaksi kulit (rashes) juga agak sering terjadi. Efek lainnya adalah anoreksia, mengantuk, radang kulit, dan gangguan psikis. Berhubung dapat terjadi gangguan darah, hepatitis dan lupus erythematodes, maka harus dilakukan pemeriksaan darah setiap minggu/bulan. Selama penggunaan kerbamazepin tidak boleh minum alkoholdan pengendara bermotor harus waspada.
Kehamilan dan laktasi. Zat ini dapat menembus plasenta berkumulasi di jaringan janin dan dapat mengganggu pertumbuhan janin. Oleh sebab itu, tidak dianjurkan penggunaan selama kehamilan dalam keadaan utuh maupun metabolitnya dapat masuk ke dalam air susu.
Dosis. Permulaan sehari 200-400 mg dibagi dalam beberapa dosis yang berangsur-angsur dapat dinaikkan sampai 800-1200 mg dibagi dalam 2-4 dosis. Pada manula setengah dari dosis ini. Dosis awal bagi anak-anak sampai usia 1 tahun 100 mg sehari, 1-5 tahun 100-200 mg sehari, 5-10 tahun 200-300 mg sehari dengan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg berat badan sehari dibagi dalam beberapa dosis.
·         Oksakarbazepin
Derivate yang sama efektifnya dengan karbamazepin pada dosis yang 50% lebih tingg. Kedua obat ini tidak bersifat inductor enzim, maka pada pengunaan lama tidak menimbulkan auto induksi (stimulasi dari metabolisme sendiri). Efek sampingnya lebih ringan , khusus rash. Okskarbazepin terutama digunakan pada serangan tonis-klonis  dan pada epilepsy parsial. Resorpsinya cepat dan hampir sempurna (95%) untuk diubah menjadi dihidroksikarbamazepiun aktif dengan plasma t1/2 10-25 jam . Lebih dari 95% diekskresikan melalui urin sebagai konyugat dan 0,3 % dalam bentuk utuh. Efek sempingnya berupa perasaan letih, pusing, dan ataksia, hiponatriemia, gangguan tidur, tremor, dan radang kulit.
Kehamilan dan laktasi.zat ini dapat masuk kedalam air susu ibu dan dapat mencapai kadar 50% dari kadar plasma sang ibu.
Dosis :monoterapi 1 dd 300 mg d.c atau p.c. lambat laun dinaikan sampai dosis pemeliharaan dari 2-3 dd 200-400 mg, politerapi pada epilepsy gawat dan resisten 1 dd 300 mg dan lambat laun ditingkatkan sampai dosis pemeliharaan dari 2-3 dd 300-1000 mg.
d.      Fenitoin (difenilhidantoin, Diphantoin, Dilantin)
Struktur kimia obat ini mirip barbital tetapi dengan cincin-5 hidantoin. Senyawa hidantoin ini terutama digunakan pada grand mal dan tidak digunakan pada grand mal karena dapat memprovokasi absences. Senyawa imidazolidin ini tidak bersifat hipnotik seperti senyawa barbital dan suksinimida.  
Resorpsinya di usus cukup baik, presentasi pengikatan pada protein tinggi,  lebih kurang 90%. Setelah mengalami siklus enterohepatis, akhirnya fenitoin di ekskresi melalui ginjal dalam bentuk glukuronida (60-75%). Plasma t1/2 nya rata-rata 22 jam.
Efek sampingnya yang sering timbul adalah hyperplasia gusi (tumbuh berlebihan) dan obstipasi. Efek lainnya adalah menyebabkan pusing, mual dan bertambahnya rambut/bulu badan (hipertrichosis). Wanita hamil tidak boleh menggunakan fenitoin karena bersifat teratogen.
Dosis permulaan sehari 2-5 mg/kg berat badan dibagi dalam 2 dosis dan dosis pemeliharaan 2 dd 100-300 mg (garam Na) pada waktu makan dengan minum banyak air. Pada anak-anak 2-16 tahun, permulaan sehari 4-7 mg/BB dibagi dalam 2 dosis dan dosis pemeliharaan sehari 4-11 mg/BB. Bila dikombinasi dengan fenobarbital, dosisnya dapat diperkecil. 
e.       Suksinimida
Senyawa ini memiliki kesamaan dalam susunan gugus cincinnya dengan fenitoin, terutama digunakan pada petit mal.
Contoh obat: etosuksimida dan mesuksimida. Contoh obat lainnya yaitu asam valproat, diazepam, dan klonazepam, karbammazepim dan oksikarbazepim.
·         Etosuksimida (etilmetilsiksinimida, Zarontin)
Derivate pirolidin ini sangat efktif terhadap serangan absence. Daya kerjanya panjang dengan plasma t ½ nya 2-4 hari. Praktis tidak terikat pada protein, eksresinya melalui ginjal, yaitu 50% sebagai metabolit dan 20% dalam keadaan utuh.
Efek sampingnya berupa sedasi, antara lain mengantuk dan termenung-menung, sakit kepala, anoreksia dan mua, juga bersendawa. Leucopoenia jarang terjadi, namun gambaran darah juga fungsi hati dan urin, perlu di monitor secara teratur.
Dosis: 1-2 dd 250-500 mg sebagai tablet enteric coatet berhubung rasanya tidak enak dan bersifat merangsang.
·         Mesuksimida (celongtin)
Adalah derivate metal dengan sifat dan penggunaan yang kurang lebih sama.
Dosis: 1 dd 300 mg, maksimal 1,2 gr sehari.
f.       Primidon (mysoline)
Struktur kimia obat ini sangat mirip fenobarbital tetapi bersifat kurang sedative. Sangat efektif terhadap serangan grand mal dan psikomotor. Di dalam hati terjadi biotransformasi menjadi fenobarbital dan feniletilmalonamida (PEMA), yang juga bersifat antikonvulsi. Penggunaan lainnya adalah pada neuralgia trigeminus. Efek sampingnya adalah pusing, mengantuk, ataksia, dan anoreksia juga anemia tertentu yang dpat diatasi dengan asam folat. Pada anak-anak mudah terangsang. Dosisnya : dimulai dengan 4 dd 500 mg (2 tablet), pada hari keempat dikurangi sampai 4 dd 250 mg dan pada hari kesebelas 125 mg dan seterusnya.
g.      Diazepam (valium, stesolid, mentalium)
Disamping khasiat anksiolitis relaksasi otot dan hipnotiknya, senyawa benzodiazepine iini juga berdaya antikonvulsi sehingga diazepam digunakan pada epilepsy dan dalam bentuk injeksi i.v terhadap status epileptikus. Pada penggunaan oral dan dalam klisma (rectiole) resorbsinya baik dan cepat tetapi dalam bentuk suppositoria lambat dan tidak sempurna. Di dalam hati diazepam dibiotransformasi menjadi N-desmetildiazepam yang juga aktif dengan plasma t1/2 panjang antara 42-120 jam. Plasma t ½ diazepam berkisar antara 20-54 jam. Efek samping (benzodiazepine) adalah mengantuk, termenung-menung, pusing dan kelemahan otot. Dosis : 2-4 dd 2-10 mg dan i.v 5-10 mg dengan perlahan-lahan 1-2 menit, pada anak-anak 2-5 mg. pada status epileptikus dewasa dan anak diatas usia 5 tahun 10 mg, di bawah 5 tahun 5 mg sekali. Pada konvulsi demam anak-anak 0,25-0,5 mg/ kg berat badan. Bayi dan anak-anak dibawah 5 tahun 5 mg setelah 5 tahun 10 mg, juga secara preventif pada demam (tinggi)
·         Klonazepam (rivotril)
Adalah derivate klor dari nitrazepam dengan kerja antikonvulsi yang lebih kuat. Klonazepam terutama digunakan pada absences anak-anak dan merupakan obat pilihan utama (i.v) pada status epileptikus karena khasiatnya lebih kuat dan dua sampai tiga kali lebih pesat daripada diazepam. Khasiatnya diperkirakan berdasarkan perintangan langsung dari pusat epilepsy di otak dan juga merintangi penyebaran aktivitas listrik berlebihan pada neuron lain. Kinetik : sekitar 87 % zat ini diikat pada protein plasma dan dimetabolisir dalam hati menjadi senyawa metabolit tidak aktif. Plasma t1/2 nya 18-50 jam per oral kadar darah maksimalnya dicapai sesudah 1-3 jam melalui i.v setelah satu menit. Efeksampingnya berupa sedasi seperti mengantuk, pusing, dan kelemahan otot serta sekresi ludah berlebihan (hipersalivasi) yang dapat membahayakan pernafasan terutama pada anak-anak. Selama penggunaan klonazepam dilarang minum alcohol karena mempengaruhi efek obat. Dosis : oral anak-anak 3 dd 0,5-2 mg, dewasa permulaan 0,5 mg sehari yang lambat laun dinaikkan sampai 3 dd 1-5 mg (maksimal 20 mg sehari), dosis harus dinaikkan berangsur-angsur. Pada status epileptikus i.v 1 mg (perlahan-lahan) sesudah 30 menit diulang 1 mg, anak-anak 1 dd 0,5 mg.
·         Klobazam (frisium)
Adalah derivate 1,5-benzodiazepin yang dipasarkan sebagai transquilizer tetapi memiliki khasiat antikonvulsi yang sama kuatnya dengan diazepam. Klobazam digunakan sebagai obat tambahan pada absences yang resisten terhadap klonazepam. Setelah penggunaan oral minimal 87% diresorpsi dan 85% diikat pada protein plasma. Metabolit utamanya adalah N-desmetilklobazam yang memiliki sifat antikonvulsi lemah. Plasma t ½ nya 18-30 jam dan di ekskresi melalui urin. Daosis : oral sehari 5-15 mg lambat laun ditingkatkan sampai maksimal 80 mg sehari.



2.      Obat generasi kedua
Obat-obat ini umumnya tidak diberikan tunggal sebagai monoterapi melainkan sebagai tambahan dalam kombinasi dengan obat-obat klasik (obat generasi pertama). Keberatan obat-obat yang agak baru ini adalah pengalaman penggunaanya yang masih relatif singkat dibandingkan dengan obat-obat generasi pertama yang sudah membuktikan keampihan dan keamanannya.
Contih obat: vigabatrin, lamotrigin dan gabapentin, felbamat, topiramat, dan pregabalin.    
a.       Felbamat :taloxa
Analogon meprobamat ini digunakan sebagai obat tambahan bila karbamazepin atau fenitoin tunggal kurang berkhasiat. Resorpsinya cepat dengan kadar plasma maksimal tercapai dalam 1-4 jam, plasma t ½ nya 12-16 jam yang diekskresikan melalui urine dalam bentuk utuh yang mekanisme khasiatnya diperkirakan berdasarkan peningkatan ambang serangan. Efek sampingnya yang serius berupa anemia aplastis dan gangguan fungsi hati. Juga mual, muntah, gangguan penglihatan, pusing dan reaksi alergi pada kulit. Dosis : permulaan 0,6-1,2 gram dibagi dalam tiga sampai empat dosis berangsur-angsur dinaikkan sampai maksimal 3,6 gram sehari.
b.      Gabapentin :neurontin
Senyawa sikloheksil asetat ini memiliki struktur kimiawi yang berkaitan dengan GABA tetapi mekanisme kerjanya berlainan. Obat ini digunakan sebagai obat tambahan pada epilepsy parsial dan untuk penderita pada siapa antiepileptika biasa kurang memberikan efek. Selain itu digunakan pada depresi manis bersama litium dan pada nyeri neuropati dengan efek setelah 1-3 minggu. Resorpsinya per oral dalam waktu 2-3 jam sudah tercapai kadar plasma maksimal dengan masa paruh 5-7 jam dan diekskresikan lengkap melalui urin dalam bentuk utuh. Efek sampingnya mengantuk, pusing, ataksia, perasaan letih dan meningkatnya berat badan. Dosis : permulaan 1-3 dd 100-200 mg yang lambat laun ditingkatkan sampai 3 dd 300-400 mg. pada nyeri neuropati 3 dd 600 mg.
c.       Lamotrigin : lamickal
Senyawa triazin ini berdaya antikonvulsi atas dasar menstabilisir membrane sel saraf, sehingga menghambat pembebasan neurotransmitter glutamate yang berperan penting pada timbulnya serangan epilepsy. Oabt ini digunakan pada epilepsy grand mal dan parsial. Resorpsinya cepat dan sempurna dengan kadar plasma maksimal tercapai dalam waktu 2,5 jam dan plasma t ½ 29 jam. Zat ini diuraikan dalam hati menjadi dua metabolit N-glukuronida yang tidak aktif dan seluruhnya diekskresi melalui urin 8% dalam keadaan utuh. Efek sampingnya berupa radang kulit yang timbul 3 minggu setelah terapi dimulai dan hilang sendirinya setelah pengobatan dihentikan. Dosis : 2 dd 100 mg dan berangsur-angsur ditingkatkan sampai 400 mg sehari, pemeliharaan 1-2 dd 100 mg.
d.      Pregabalin (Lyrica)
Obat baru ini adalah analogon dari GABA dan diindikasikan pada terapi tambahan epilepsy parsial dan untuk penanganan nyeri neuropatis perifer. Kerjanya dengan mempengaruhi secara langsung saluran kalsium ( Ca channel) dari sel. Efek sampingnya adalah rasa kantuk dan vertigo reversible yang hilang setelah penggunaan selama 3-4 minggu. Selain itu juga gangguan ingatan dan konsentrasi, mudah tersinggung, tremor dan gangguan lambung-usus serta berat badan meningkat. Dosis : 2-3 dd 75-200 mg.
e.       Topiramat (topamax)
Monosakarida (fruktopyranose) ini digunakan sebagai adejufan pada epilepsy parsial dan atau epilepsy luas tonis-klonois. Diserap baik dalam usus (> 80 %). Dalam hati sebagian di rombak menjadi beberapa metabolit inaktif,dengan masa paruh di atas 20 jam. Eliminasinya melalui kemih dalam bentuk utuh (65 %). Efek sampingnya mirip pregabalin kecuali menurunkan berat badan. Dosis : pemula 1-dd 20 mg selama 1 minggu lalu dinaikan 20 mg/minggu sampai 1 dd 200 mg (dosis efektif minimal). Bila perlu berangsur-angsur dinaikan sampai maksimal 2 dd 500 mg. Pemeliharaan 2 dd 100-200 mg.
f.       Vigabatrin : Sabril
Senyawa heksen ini termasuk generasi ke dua dan merupakan derivate sintetis dari GABA. Berkhasiat menghambat secara spesifik enzim GABA – transaminase yang berfungsi menguraikan GABA sehingga kadar neuro transmitter ini meningkat dengan efek antikonvulsi. Obat ini digunakan sebagai obat tambahan pada pengobatan epilepsy yang kurang responnya terhadap antiepileptika lain.Resorbsinya cepat (minimal 70%),kadar plasma maksimal 1-2 jam, t ½ -nya 5 sampai 8 jam.tidak terikat pada protein plasma,praktis tidak di metabolisir dan di ekskresi dalam keadaan utuh melalui urine. Efek sampingnya mengantuk letih,pusing dan sakit kepala juga gangguan psikis. 1/3 dari pengguna mengalami gangguan pengelihatan serius dan irepersibel setelah digunakan lama 1-3 tahun maka perlu untuk menjalani pemeriksaan mata selama pengobatan. Kehamilan dan laktasi, pada hewan percobaan terjadi kelainan pada janin. Obat ini masuk kedalam air susu ibu. Dosis : Permulaan 1 dd 1 gram,lambat laun dinaikan sampai dosis pemeliharaan dari 2 dd 1 gram sampai 2 dd 2 gram. Anak-anak sehari 40-80 mg/kg BB.
g.      Zonisamida
Adalah suatu derivate dari benzisoksazol-sulfonamida yang termasuk kedalam kelompok bau antiepileptika. Mekanisme kerjanya adalah memblokir pencetusan reaksi saraf via saluran (chanel) Na serta Ca sehingga mengurangi menjalarnya serangan epilepsy. Digunakan sebagai obat tambahan pada epilepsy parsial. Efek sampingnya berupa reaksi terhadap SSP,hipersensitivitas dan pembentukan batu ginjal.

Penggunaan
            Antiepileptika sering memiliki indeks terapi yang sempit (fenitoin). Maka untuk efek optimal perlu ditentukan pentakaran yang seksama agar kadar darah terpelihara pada rentang kadar terapi yang sekonstan mungkin. Banyak obat (primidon, karbamazepin,klonazepam, dan valproat) menimbulkan mual dan pusing. Maka untuk menghindarinya obat permulaan diberikan tunggal dalam dosis rendah yang berangsur-angsur dinaikkan sehingga efek maksimal tercapai dan kadar plasma berjalan tetap. Pengecualian adalah fenitoin dan etosuksimida yang dapat langsung diberikan dalam dosis pemeliharaanya. Akan tetapi sering juga terapi dilanjutkan dengan kedua obat bersama, bahkan ditambah lagi obat ketiga bila belum tercapai hasil yang diinginkan.
1.      Kombinasi
Bagi orang yang resisten untuk monoterapi diperlukan kombinasi dari dua atau tiga jenis obat sekaligus yang sebenarnya kombinasi ini tidak dianjurkan karena kemungkinan timbulnya interaksi dan bertambahnya efek samping. Ketidakpatuhan pasien dalam minum obat dapat berkurang yang merupakan penyebab utama kegagalan terapi. Penelitian dengan fenitoin, karbamazepin, dan valproat menunjukkan bahwa pada kebanyakan pasien serangan dapat dikendalikan dengna hanya satu jenis oabt bila diberikan  dalam dosis yang cukup tinggi shingga perlu dipantau melalui penentuan kadar obat dalam darah. Pada kasus resisten baru dapat digunakan kombinasi dengan epileptika generasi kedua felbamat, vigabatrin, lamotigrin dalam dosis serendah mungkin yang berangsur-angsur dinaikkan.
2.      Penggunaan lain
Antiepileptika semakin banyak digunakan untuk indikasi lain dan sering kali off label, artinya diluar indikasi resmi, untuk mana obat dipsarkan.  Misalnya untuk nyeri neuropati seperti pada neuralgia trigeminus dari saraf otak kelima, yaknni nyeri hebat seperti teriris-iris di bagian muka (karbamazepin, fenitoin, gabafentin, dan pregabalin). Juga untuk profilaksis migrain (valproat dan topiramat) dan pada gangguan bipoler (karbamazepin, valproat dan lamotrigin)
3.      Pentakaran.
Kebanyakan obat epilepsi memiliki plasma t ½ yang agak panjang (10-50 jam lebih) sehingga sebaiknya dosis diberikan satu kali sehari. Namun pada umumnya obat diberikan dua atau tiga kali sehari untuk meniadakan kemungkinan terjadinya serangan akibat terlupanya satu dosis.
4.      Jangka waktu terapi.
Lamanya pengobatan tergantung dari usia, frekuensi serangan, dan faktor yang dapat memicu serangan. Pada umumnya terapi diberikan selama bertahun-tahun dan kebanyakan kasus malahan seumur hidup. Bila dalam waktu lima tahun tidak terjadi lagi serangan maka dosis dapat berangsur-angsur diturunkan dan bila serangan tidak terjadi lagi terapi dapat dihentikan sama sekali. Pada bayi pengobatan umumnya bisa dihentikan beberapa minggu sampai bulan sesudah serangan terakhir. Pada anak-anak sampai 6 tahun kebanyakan setelah satu tahun. Penghentian terapi tidak boleh secara tiba-tiba karena dapat memicu serangan kecuali bila timbul efek-efek samping serius seperti toksisitas hati dan sindrom Stevens-Johnson. Epilepsi yang sukar ditangani disebut epilepsi refractair. Pengobatan mutakhir untuk menghentikan serangan adalah dengan cara pembedahan.

Efek samping
            Efek samping yang paling sering timbul adalah berupa gangguan lambung-usus (nausea, muntah, obstipasi, diare, dan hilang citarasa). Begitu pula efek SSP (rasa kantuk, pusing, ataksia, nystagmus dan mudah tersinggung) sering kali terjadi. Selain itu juga terjadi reaksi hipersensivitas (dermatitis, ruam, urtikaria, sindrom Stevens-Johnson, hepatitis), rontok rambut, hirsutisme, kelainan psikis, gangguan darah dan hati serta perubahan berat badan. Valproat, gabapentin, pregabalin dan vigabatrin meningkatkan berat badan sadangkan topiramat menurunkan berat badan.
            Okskarbazepin, gabapentin, dan lamotrigin memperbaiki suasana jiwa, sedangkan vigabatrin dan topiramat memperbesar psikosis.
            Kebanyakan antiepileptika mempengaurhi sistem endokrin, misalnya metabolisme vitamin D, dengan akibat penurunan kadar kalsium dan pospatdalam darah. Oleh karena itu penderita yang menggunakan antiepileptika untuk jangka waktu lama, perlu periodik diperikasa kadar kalsium dan fosfatnya.
Kehamilan
·         Efek teratogen.
Antiepileptika menyebabkan gangguan konginetal dua sampai tiga kali lebih besar daripada keadaan normal khususnya asam valproat dan karbamazepin. Efek teratogen ini (spina bifida) ditimbulkan oleh toksisitas langsung terhadap sel-sel janin dan juga karena defisiensi asam folat. Penyebabnya adalah karrena di satu pihak obat-obat ini (valproat dan krbamazepin) menghambat dengan kuat resorpsi asam folat dan di lain pihak meningkatkan ekskresi nya karena induksi enzim di hati. Penurunan kadar asam folat juga dapat menyebabkan anemi makrositer, maka dianjurkan pemberian suplesi dari vitamin ini. Fenobarbital, fenitoin, dan varploat dapat menimbulkan kelainan jantung dan bibir sumbing. Guna meringankan resiko serangan pada wanita hamil dan memperkecil resiko cacat pada janin dianjurkan pemberian obat dengan dosis yang serendah mungkin.

·         Penghentian
Penghentian pengobatan epilepsi dapat menimbulkan serangan pada sang ibu dengan akibat dapat menimbulkan penyimpangan pada janin pada akibat hipoksia atau pendarahan intracranial.
·         Pengunaan kombinasi
Sebaiknya diganti dengan obat tunggal karena resiko penyimpangan pada janin lebih kecil pada monoterapi dibandingkan dengan politerapi.
Interaksi
            Beberapa antiepileptika menyebabkan (auto) induksi enzim hati (system oksidasi), seperti karbamazepin, fenitoin, fenobarbital, dan primidon. Oleh karenanya obat-obat ini dapat saling menurunkan kadarnya dalam darah dengan peningkatan ekskresinya. Kadar dari antikoagulansia, zat-zat anti HIV dan steroida (antikonseptiva) diturunkan. Akibatnya induksi enzim ini telah menimbulkan kehamilan pada wanita yang menggunakan pil antihamil.
Sebaliknya beberapa obat menyebabkan penghambatan enzim melalui kompetisi untuk tempat pengikatan yang sama. Misalnya valproat mampu meningkatkan kadar fenobarbital dengan kuat, sedangkan efek valproat dikurangi oleh fenitoin.
Interaksi tersebut hampir tidak terjadi pada vigabatrin dan gabapentin karena zat-zat ini praktis tidak dimetabolismekan dan pada okskarbazepin karena dipecah oleh enzim-enzim jenis lain dihati. Namun, dapat memicu perombakan pil antihamil yang mengandung kurang dari 50 mcg estrogen dengan resiko pendarahan-antara dan kehamilan.  



No comments:

Post a Comment

Sebagai pembaca yang baik, koment yah. Makasih