Thursday, April 17, 2014

Persyaratan dan Perizinan Apotek

1. Persyaratan Apotek
Berdasarkan Peraturan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, pada pasal 6, persyaratan apotek yaitu:

i)              Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
ii)      Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
iii)     Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
2.       Perizinan Apotek   
2.1    Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotek
Apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker  yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes). Selanjutnya Kepala Dinkes wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin dan pencabutan izin apotek kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009. Surat izin apotek dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. Tata cara pemberian surat izin dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut :

i)              Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1.
ii)            Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan.
iii)          Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis  dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3.
iv)          Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh formulir model APT-4.
v)            Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir model APT-5.
vi)          Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model APT-6.
i)              Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
ii)            Apabila Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka pengunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana.
iii)          Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perudang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.
iv)          Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi yang tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya, dengan menggunakan formulir model APT-7.
2.3.2    Perlengkapan Apotek
i)       Sarana dan Prasarana Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata ’Apotek’. Apotek harus dapat dengan mudah di akses oleh masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, ha ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan
Apotek harus memiliki:
a.       Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.                  
b.      Tempat untuk mendisplay informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.
c.       Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d.      Ruang racikan.
e.       Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
ii)            Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem First In First Out dan First Expire First Out.
a.       Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
1.      Pola penyakit.
2.      Kemampuan masyarakat.
3.      Budaya masyarakat.
b.      Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.
c.       Penyimpanan
1.      Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang – kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2.      Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.

Baca Juga :

Apoteker Pengelola Apotek (APA)






No comments:

Post a Comment

Sebagai pembaca yang baik, koment yah. Makasih