1. Persyaratan Apotek
Berdasarkan Peraturan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek,
pada
pasal 6, persyaratan apotek yaitu:
i)
Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker
atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi
persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan
perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak
lain.
ii) Sarana apotek dapat didirikan pada
lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
iii) Apotek
dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
2. Perizinan
Apotek
2.1 Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotek
Apoteker
harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yaitu surat yang diberikan Menteri
Kesehatan RI kepada apoteker yang
bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek. Wewenang
pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
(Dinkes). Selanjutnya Kepala Dinkes wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin,
pembekuan izin dan pencabutan izin apotek kepada Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009. Surat izin apotek dikeluarkan oleh
pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian
dilakukan. Tata cara pemberian surat izin dikeluarkan berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri.
Sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut :
i)
Permohonan
izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan contoh formulir model APT-1.
ii)
Dengan
menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat
meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan
terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan.
iii)
Tim
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6
(enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3.
iv)
Dalam
hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (2) dan (3) tidak dilaksanakan,
Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh formulir model APT-4.
v)
Dalam jangka waktu
12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir
model APT-5.
vi)
Dalam hal hasil
pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud
ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan
dengan menggunakan contoh formulir model APT-6.
i)
Terhadap
Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan
untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam
jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
ii)
Apabila Apoteker
menggunakan sarana pihak lain, maka pengunaan sarana dimaksud wajib didasarkan
atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana.
iii)
Pemilik sarana
yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam
pelanggaran peraturan perudang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan
dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.
iv)
Terhadap
permohonan izin apotek dan APA atau lokasi yang tidak sesuai dengan pemohon,
maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu
selambat-lambatnya dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan
disertai dengan alasannya, dengan menggunakan formulir model APT-7.
2.3.2 Perlengkapan Apotek
i) Sarana dan Prasarana Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa apotek berlokasi pada
daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan
petunjuk yang dengan jelas tertulis kata ’Apotek’. Apotek harus dapat dengan
mudah di akses oleh masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada
tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, ha
ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi
resiko kesalahan penyerahan
Apotek harus memiliki:
a.
Ruang
tunggu yang nyaman bagi pasien.
b. Tempat
untuk mendisplay informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi
informasi.
c. Ruangan
tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi
serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d. Ruang
racikan.
e. Keranjang
sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
Perabotan apotek harus tertata
rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang
tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang
berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah
ditetapkan.
ii)
Pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Pengelolaan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran
obat memakai sistem First In First Out dan First Expire First Out.
a. Perencanaan
Dalam
membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
1. Pola
penyakit.
2.
Kemampuan masyarakat.
3.
Budaya masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk
menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus
melalui jalur resmi.
c. Penyimpanan
1. Obat
/ bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian
atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah
terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru,
wadah sekurang – kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2.
Semua bahan obat harus
disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
Baca Juga :
Baca Juga :
No comments:
Post a Comment
Sebagai pembaca yang baik, koment yah. Makasih