Saturday, April 19, 2014

Proses Pengolahan Teh Hitam


Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat menjadi dua, yaitu sistem orthodox rotorvane serta sistem baru khususnya sistem CTC (Crush, Tear, Curl). Perbedaan antara kedua sistem ini adalah sistem orthodox menggunakan silinder untuk menggulung dan memecah daun teh, sedangkan sistem CTC menggunakan pisau untuk mencacah dan merobek daun teh.

Proses pengolahan teh hitam di PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) menggunakan system orthodox rotorvane. Pengolahan teh hitam  terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:

a.       Penyediaan Bahan Baku
Bahan baku merupakan elemen terpenting dalam proses produksi, yang nantinya diolah dari bentuk mentah menjadi produk jadi. Bahan baku berupa pucuk teh segar diperoleh dari perkebunan milik perusahaan. Penyediaan pucuk teh hitam tersebut diatur dengan petik gilir dan disesuaikan dengan jenis petikan yang telah dipersyaratkan. Proyeksi ketersediaan bahan mentah tersebut didasarkan atas kondisi, umur tanaman, iklim dan lingkungan, peralatan pengolahan dan realisasi produksi basah pada tahun sebelumnya.

b.       Pelayuan
Pelayuan merupakan tahap awal dari pengolahan yang berperan penting bahkan merupakan penentu berhasil tidaknya proses pengolahan. Kegagalan pada proses pelayuan berarti kegagalan atau penurunan mutu proses pengolahan teh hitam. Proses pelayuan bertujuan untuk melemaskan pucuk dan mengurangi kadar air sebagai proses awal pengolahan teh hitam atau melayukan pucuk daun teh hingga diperoleh derajat layu yang diinginkan dengan cara menguapkan sebagian air yang terkandung dalam bahan, sehingga lebih mudah diproses dalam penggilingan . Waktu yang dibutuhkan untuk proses pelayuan adalah 12 – 28 jam. Apabila waktu pelayuan melebihi batas waktu tersebut maka pucuk akan terlalu gosong.

Proses pelayuan dimulai dengan membeberkan pucuk daun teh diatas palung pelayuan (Withering Trought) agar pucuk menjadi dingin (terhindar dari panas akibat penumpukan dalam wadah) dan kering (pucuk yang dipetik pagi hari cenderung basah ) serta berkurangnya gumpalan-gumpalan pucuk teh akibat penekanan. Suhu pelayuantidak boleh melebihi 28 0C karena pada suhu diatas 28 0C, bagian protein dari enzim mulai terdenaturasi sehingga enzim menjadi inaktif dan hal ini dapat menghambat reaksi oksidasi enzimatis pada tahap pengolahan berikutnya atau bahkan dapat menyebabkan tidak terjadinya reaksi oksidasi enzimatis tersebut. Tidak terjadinya atau terhambatnya reaksi oksidasi enzimatis akan menyebabkan sifat-sifat khas (warna, rasa, dan flavor) teh hitam yang diinginkan tidak terbentuk. Selama proses pelayuan berlangsung, perlu diperhatikan kondisi ruang pelayuan karena kondisi ruang digunakan sebagai kontrol berupa pengukuran temperatur yang menggunakan termometer dry & wet, apabila perbedaan temperatur dry & wet kurang dari 4°C menggunakan udara panas dari heat exchanger. Udara yang digunakan pada proses pelayuan  memiliki kelembaban 60-68%.

c.       Penggilingan
Proses selanjutnya setelah pelayuan adalah proses pengilingan. Proses pengilingan ini berlangsung secara kontinu dan langsung menuju proses oksidasi enzimatis. Penggilingan bertujuan untuk menghancurkan/ menggulungkan pucuk teh layu untuk mendapatkan partikel bubuk basah yang seragam.

d.      Fermentasi atau Oksidasi Enzimatis
Setelah melalui proses penggilingan selanjutnya proses oksidasi enzimatis atau lebih dikenal fermentasi. Fermentasi merupakan langkah penting dari proses pengolahan teh hitam, karena pada saat fermentasi akan dihasilkan unsur-unsur pembentuk teh hitam dan aroma teh hitam. Tujuan dari fermentasi sendiri adalah untuk menghasilkan perubahan-perubahan kimia yang menyebabkan air seduhan (liquor), dan aroma serta rasa teh terasa enak. Lama fermentasi di hitung sejak pucuk di masukkan dalam Open Top Roller sampai bubuk dimasukkan ke pengeringan, waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi antara 110-180 menit.

Fermentasi umumnya menggunakan baki alumunium yang di isi bubuk teh dengan tebal hamparan 2,5 cm – 7 cm, di susun dalam rak dan di tempatkan dalam ruang fermentasi, yaitu ruangan yang biasanya bersatu dengan ruang giling. Untuk mengetahui fermentasi berjalan baik atau sudah masak, dapat dilihat dari warna bubuk. Suhu pada bubuk teh selama proses fermentasi sekitar 270 0C s/d 320 0C. Selama proses fermentasi terjadi perubahan warna pada bubuk dan timbulnya aroma harum pada bubuk.

e.       Pengeringan
Tujuan pengeringan menghentikan fermentasi pada titik mutu optimal dan memantapkan sifat-sifat baik yang dicapai pada teh, menurunkan kadar air sesuai yang dapat disimpan lama, mudah diangkat dan diperdagangkan, tujuan dari semua yang paling utama adalah menghentikan reaksi oksidasi polifenol dalam teh pada saat komposisi zat-zat pendukung kualitas mencapai keadaan optimal sehingga terbentuk rasa, warna, aroma.

Kadar air kering bubuk teh adalah minimum 2,5% dan maksimum 3%, bila terjadi kadar air dibawah 2,5% sebaiknya dihampar dan bila terjadi kadar air diatas sebaiknya di peram. Kapasitas alat pengering dipabrik teh sangat penting karena dengan mengetahui kapasitas pengeringan maka akan diketahui kapasitas pabrik dan dapat diatur beberapa lama waktu pengeringan untuk tiap seri pengeringan.

Bubuk teh kering yang keluar dari mesin pengering segera dihamparkan untuk mencegah terjadinya bakey (suatu kondisi teh diseduh rasanya seperti gosong). Setelah cukup waktunya maka teh dimasukkan dalam tong atau tempat penampungan dan ditimbang untuk mengetahui jumlah teh kering yang dihasilkan, mengetahui berapa derajat layunya, berapa jumlah randemen pada saat itu serta mengetahui kenampakan, air seduhan, warna, dan aroma.

f.       Sortasi Kering

Teh yang dihasilkan dari proses pengeringan masih kotor karena mengandung debu, tangkai, dan kotoran yang lain, sehingga perlu disortasi. Tujuan dari sortasi sendiri adalah memisahkan-misahkan teh kering menjadi beberapa grade baik ukuran, warna, maupun beratnya sesuai dengan standar perdagangan teh. Hasil dari pengeringan masuk kedalam sortasi untuk dibersihkan dari serat dan tulang daun serta harus dikerjakan secepat mungkin untuk menghindari kenaikan kadar air karena teh hasil pengeringan sifatnya masih higroskopis yang akan merusak teh. Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan teh kering dalam jenis mutu dengan ukuran dan bentuk yang spesifik dan homogen. 

Artikel Sebelumnya :




No comments:

Post a Comment

Sebagai pembaca yang baik, koment yah. Makasih